PILKADA 2024, HARAPAN TERAKHIR MASYARAKAT LUGUS DALAM KALAH TERJUNGKAL

PILKADA 2024, HARAPAN TERAKHIR MASYARAKAT LUGUS DALAM KALAH TERJUNGKAL

Pilkada 2024, Harapan Terakhir Masyarakat Lugus Dalam Kalah Terjungkal

Lugus Dalam, sebuah pedukuhan kecil yang tersembunyi di kaki bukit, jauh dari hiruk-pikuk kota, menyimpan cerita tentang kedamaian yang diselimuti derita. Di malam hari, remang lentera minyak menjadi satu-satunya penerang bagi rumah-rumah di sana. Gemerisik daun-daun yang dibelai angin senja seakan menyanyikan lagu pengantar malam yang damai, namun tak mampu menyembunyikan kenyataan pahit yang dialami penduduknya.

Derita di Balik Kedamaian

Di atas tanah liat yang miskin unsur hara, para petani Lugus Dalam berjuang mempertahankan hidup. Ladang mereka yang kering dan tandus sulit memberikan hasil panen yang memadai. Kelangkaan pupuk menambah beban hidup, dan sekalipun pupuk bersubsidi tersedia, kemampuan membeli tetap menjadi kendala bagi mereka.

Ketika malam tiba, gelap menyelimuti seluruh pedukuhan. Listrik belum mencapai tempat ini, sehingga lentera minyak menjadi satu-satunya sumber cahaya. Bagi anak-anak, belajar di bawah cahaya redup adalah tantangan besar. Tak heran, hanya segelintir dari mereka yang mampu melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi.

Jalanan tanah liat yang dipenuhi sertu, mungkin ditimbun puluhan tahun lalu, menjadi medan berat saat hujan turun. Banjir dan Lumpur tebal menghadang langkah anak-anak menuju sekolah atau ibu-ibu yang membawa hasil tani ke pasar.

Harapan dari Perantauan

Banyak penduduk Lugus Dalam akhirnya memilih meninggalkan kampung demi mencari penghidupan yang lebih baik. Piik, salah satu pemuda desa, mencoba peruntungan dengan bertani di Sabilongka. Tak hanya itu, ia mengajak pemuda lainnya untuk ikut bekerja di proyek yang dipercayakan kepadanya. “Hasilnya mungkin hanya cukup untuk makan seminggu,” kata Gupi, salah satu pemuda yang mengikuti ajakan Piik. Namun, bagi mereka, itu adalah berkah yang patut disyukuri.

Secercah Harapan dari Bantuan Ternak

Pada suatu waktu, cahaya harapan mulai menyinari Lugus Dalam. Seorang politisi ternama dari ibu kota provinsi, memberikan bantuan ternak sapi kepada penduduk Lugus Dalam. Bantuan ini membawa angin segar bagi mereka. Kini, para petani yang dulu hanya bergantung pada hasil ladang mulai menggeluti peternakan. Dengan penuh semangat, mereka merawat sapi-sapi tersebut, berharap kelak dapat menjadi penopang ekonomi keluarga.

PILKADA 2024 dan Harapan yang Pupus

Memasuki tahun 2024, harapan kembali menyala. Sang pemberi asa mencalonkan diri sebagai Gubernur. Sementara itu, salah seorang pasangan calon bupati berjanji membuka lapangan kerja seluas luasnya di kabupaten dengan menarik investasi. Kampanye tersebut memberikan mimpi baru bagi penduduk Lugus Dalam. Mereka menyambut pemilu dengan antusias, meyakini bahwa kemenangan dua sosok ini akan membawa perubahan nyata.

Namun, harapan besar itu harus berakhir pahit. Kedua kandidat yang diusung masyarakat Lugus Dalam kalah terjungkal dalam Pilkada. Kekalahan tersebut menghancurkan asa yang sempat terukir indah. Penduduk kembali pada realita hidup yang berat. Tanpa janji lapangan pekerjaan atau bantuan besar, mereka bertahan sebisanya. Beberapa tetap merantau, ada yang memikul dulang mencari emas, dan yang lain mencoba bertahan dengan bertani dan beternak.

Melanjutkan Hidup di Tengah Ketidakpastian

Lugus Dalam kini kembali ke ritme lamanya. Namun, semangat untuk bertahan tak pernah padam sepenuhnya. Meski tak ada lagi janji kampanye yang dipegang, penduduk percaya bahwa harapan bisa lahir dari usaha mereka sendiri, meskipun kecil. Sebab di setiap ayunan cangkul di ladang dan kibasan dulang di sungai, terselip doa dan asa yang tak pernah hilang.

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama

Post Ads 1

Post Ads 2

Advertising Space