Bawaslu RI Selidiki 130 Kasus Dugaan Politik Uang di Pilkada Serentak 2024
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI saat ini tengah menyelidiki 130 dugaan kasus politik uang yang terdeteksi selama masa tenang dan pada hari pemungutan suara Pilkada Serentak 2024. Kasus-kasus ini mencakup praktik pembagian uang serta potensi pemberian uang atau materi lainnya yang bertujuan memengaruhi pilihan pemilih. Fenomena ini menjadi salah satu bentuk pelanggaran serius yang mengancam integritas pemilu. Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menjelaskan bahwa temuan tersebut diperoleh melalui pengawasan ketat yang dilakukan oleh jajaran Bawaslu hingga Rabu sore, 27 November 2024. “Tindakan seperti pembagian uang atau barang lainnya dapat dikenai sanksi sesuai Pasal 187A Undang-Undang Pemilihan,” ujar Bagja dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, sebagaimana dilansir Antara. Bagja menegaskan bahwa undang-undang telah mengatur hukuman tegas bagi pelaku politik uang. “Setiap individu yang secara sengaja memberikan atau menjanjikan uang maupun barang untuk memengaruhi pemilih dapat dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 6 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar. Hukuman ini berlaku tidak hanya bagi pemberi tetapi juga penerima,” jelasnya. Untuk memastikan keabsahan laporan, Bawaslu akan melakukan kajian hukum selama lima hari kalender setelah laporan diterima. Proses ini bertujuan untuk memverifikasi apakah laporan tersebut memenuhi syarat formil dan materiil sesuai ketentuan yang berlaku.Sebaran Kasus di Berbagai Daerah
Anggota Bawaslu RI, Puadi, mengungkapkan bahwa dari total 130 kasus dugaan politik uang, sebanyak 71 kasus merupakan pembagian uang langsung, sementara 50 lainnya dikategorikan sebagai potensi pembagian uang selama masa tenang. Di hari pemungutan suara, ditemukan 8 kasus pembagian uang dan 1 kasus potensi pembagian uang. Kasus-kasus ini tersebar di sejumlah provinsi. Dugaan pembagian uang pada masa tenang dilaporkan terjadi di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Aceh, Jawa Barat, Sulawesi Utara, DIY, Lampung, Banten, Maluku Utara, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan. Sementara itu, potensi pembagian uang di masa tenang ditemukan di wilayah seperti Papua Tengah, Banten, Sulawesi Selatan, Maluku, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Riau. Pada hari pemungutan suara, dugaan pembagian uang terdeteksi di Papua Barat Daya, Maluku Utara, Sumatera Selatan, DIY, dan Kalimantan Selatan. Potensi pembagian uang di hari yang sama juga ditemukan di Jawa Barat.
Imbauan untuk Masyarakat
Dengan maraknya praktik politik uang, Bawaslu mengajak masyarakat untuk lebih aktif berperan dalam mengawasi pelaksanaan Pilkada. Bagja menekankan bahwa partisipasi masyarakat dalam melaporkan pelanggaran sangat penting untuk menciptakan pemilu yang bersih dan adil. Setiap laporan yang masuk akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme hukum yang berlaku. Bawaslu juga bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk aparat penegak hukum, untuk memastikan setiap pelanggaran ditindak tegas. Langkah ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku politik uang sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.
Dampak Politik Uang Terhadap Demokrasi
Politik uang tidak hanya merusak integritas pemilu, tetapi juga berdampak jangka panjang terhadap demokrasi. Praktik ini dapat melanggengkan budaya korupsi di kalangan pejabat publik yang terpilih melalui cara-cara yang tidak etis. Selain itu, politik uang merugikan masyarakat karena keputusan politik yang diambil tidak lagi berdasarkan kepentingan publik, melainkan atas dasar kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.Bawaslu menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap praktik politik uang. Dengan dukungan masyarakat dan penegak hukum, Bawaslu optimistis dapat mewujudkan Pilkada yang bersih dan berintegritas.